Latest News

Gerakan Beting Cinta Qur'an

Salut buat anak muda Pontianak yang satu ini, Nur Baiti namanya. Mahasiswi Jurusan Sosiologi FISIP Untan ini mempelopori Gerakan Beting Cinta Qur'an bersama ketiga temannya. 



“Saya peduli karena prihatin dengan masa depan mereka. Mau jadi apa mereka sepuluh tahun ke depan, sedang mereka tidak bisa diterima bekerja di mana pun. Kalau tidak kuat iman, mereka akan menjadi generasi penerus, “ ujar Ainun, panggilan akrabnya.


Ainun tinggal tidak jauh dari Beting dan banyak keluarganya yang tinggal di kampung itu. Stigma negatif  yang terlanjur dicap masyarakat pada penduduk Kampung Beting sebagai kampung narkoba bahkan membuat sebagian penduduk di sana yang ‘bersih’ juga terkena imbasnya.



“Keluarga saya bahkan harus minjam KTP orang dulu kalau mau mengkredit motor,” ungkapnya. Meskipun begitu, tidak semua menolak KTP atau Kartu Keluarga penduduk Kampung Beting, ada juga yang tetap bersedia menerima.


Komunitas Beting Cinta  Qur’an mulai berdiri  sejak 7 april 2016. Gerakan sosial yang diprakarsai oleh Nur Baiti bersama 3 temannya dari FISIP Untan dan IAIN Pontianak ini Berjuang Mengikis Stigma Negatif Beting. Dengan empat  tenaga pengajar termasuk Nur Baiti sendiri Sosiologi Untan,  yang mengajar 4 program utama yakni Program Beting Mengaji (Senin-Kamis jam 15.30-17.00 wib), Beting  Menghafal (Senin-Kamis jam 15.30-17.00 wib), Beting Berakting (anak remaja, setiap Jum’at), dan Beting Berjilbab (dalam rangka Hari Tutup Aurat) berkolabori dengan beberapa komunitas dan lembaga lain. Waktu itu ada 90 helai hijab yang dibagikan ke anak-anak perempuan di Beting.  Total  murid sekitar 40 orang dengan rentang usia sekitar  4-16 tahun.




Selain gratis, Al-Qur’an dan Iqro pun sudah tersedia di TPA. Orangtua hanya tinggal mengijinkan anak mereka saja untuk belajar mengaji setiap sore. Di awal memang terjadi penolakan, tapi karena komunitas Beting Cinta Qur’an sering diliput media cetak dan televise, para orangtua perlahan jadi mengenal komunitas ini dan yakin dengan tujuan mulia Ainun dan kawan-kawan dalam mendidik anak-anak mereka.


“Kendala yang kami hadapi adalah minimnya jumlah tenaga pengajar. Selain itu, karena sebagian teman-teman masih berstatus mahasiswa semester akhir yang tengah sibuk menyelesaikan skripsi, pembagian waktu sering keteteran,” ujarnya.


Ke depan, Ainun ingin melembagakan Gerakan Beting Cinta Qur’an tidak hanya fokus di bidang agama saja tapi juga merambah bidang sosial yang lebih luas. Karena pendidikan dan latar belakang keluarga mereka yang membuat mereka seperti ini.  tantangannya adalah bagaimana para pengajar mampu membuat anak-anak mau belajar atas kesadaran sendiri, bukan paksaan dari luar.

Selain Gerakan Beting Cinta Qur'an yang bertujuan mendidik generasi muda Beting mengenal Al Qur'an sejak dini, juga ada aksi sosial Komunitas Beting Street Art yang melukis mural di dinding rumah penduduk Kampung Beting untuk menciptakan kesan Beting yang lebih 'ramah'. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

relawan edi kamtono Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Gambar tema oleh Roofoo. Diberdayakan oleh Blogger.